Sabtu, 30 April 2011

SURAU KECIL DI SUDUT HATI

Duh Gusti...
Aku adalah segumpal darah dan tanah-Mu, yang Kau rangkai sedemikian rupa hingga membentuk suatu Wadah ......
Wadah yang rumit dan jlimet ini juga memiliki lekuk² yang begitu sarat dengan keindahan (setidaknya untukku sendiri).....
Wadah di mana Kau letakkan rohku kedalamnya....
Kau bungkus aku ke dalam Wadah yang serupa sepertiku........
Pembungkus yang penuh kasih sayang merawatku, membasuh setiap keluh kesahku, mengalirkan nalar dari kanal ketulusan.....
Dititah tertatih - tatih aku dibantunya belajar menapak lemah yang benar, beliau bilang "Menunduklah dan perhatikan langkahmu agar kau tidak tersandung", "Jangan kau dongkakkan kepalamu penuh keangkuhan begitu"....
Hingga kini pun beliau masih selalu menitahku.....
Pembungkus itu lalu aku panggil Ibu.....
Cukup lama aku terbungkus dalam Wadah itu (yang ku panggil Ibu) hingga tiba saatnya aku memaksa keluar dengan cara kasar merobek ujung pembungkus itu....
Ujung di mana awal dari kehidupanku.......
Lalu Kau hembuskan nafasku....
Dan akhirnya pun aku melihat dunia-Mu yang luar biasa indahnya, disambut oleh banyak Wadah² yang lain dengan penuh rasa riang lego melihat aku menangis (entah menangis karena bahagia atau sedih)....
Dan Kau beri aku otak yang penuh imajinasi dan mampu menggerakkan setiap jengkal tubuh ini....
Jauh di dalam tubuhku yang terbungkus daging ini lalu Kau isi dengan hati yang mampu membuatku merasakan tangis, tawa, cemas, gugup, bahagia, sedih, cinta, sayang, marah, iba, haru, takut, berani, kagum, dan banyak lagi....
Subhanallah, sungguh aku tak kuasa membayangkan betapa Besarnya Engkau yang mampu membentuk kerumitan² isi dari raga yang dikaruniakan kepadaku ini....
Sayangnya aku tak mampu mengendalikan Otak dan Hatiku untuk selalu bisa melaksanakan semua Perintah-Mu dan menjauhi semua larangan-Mu....


Duh Gusti.....
Kini Aku adalah segumpal Pembangsat kecil yang merindukan-Mu....
Hatiku hitam kelam kelabu, selalu kalah dan tak mampu menahan serangan lawan (hawa nafsu) yang berwujud setan atau (Setan) yang berwujud hawa nafsu.....
Mbuh aku ora ngerti....
Mataku tertutup, terasa seperti di dalam kegelapan dan tak mampu melihat jalan mana yang baik untuk kulalui.....
Benar² iblis telah memanipulasi keindahan yang ku amati....
Kenyataan pun telah aku anggap sebagai halusinasi....
Sungguh bejatnya aku hingga pencarian jati diri aku gunakan sebagai alibi....
Benar-benar pencarian jati diri yang "onani"(mekso)....
Apapun aku lakukan demi kesenangan....
Idealisme pun aku jadikan pedoman, meskipun bertentangan dengan pikiran pun tetap aku jalankan.....
Lalu jika terpojok, ambil jalan plin-plan.....
Otakku penuh rasa bimbang dan angkuh, hingga aku telah salah tentukan jalan hidupku....
Aku telah menghiraukan setiap rambu yang mencoba mengarahkanku.....
Kini aku tersesat, benar² tersesat dan tak tau jalan untuk kembali ke jalan-Mu....


Duh Gusti Pangeran.....
Dalam secuil hati kecilku, aku sangat merindukanmu....
Dalam kehitaman hatiku, kuinginkan setitik Surau Kecil.....
Surau di mana aku bisa selalu bisa mengingatmu.....
Tempat di mana aku akan bersandar menanti Kau memanggilku....

Jumat, 29 April 2011

Layang Rindu Untuk Ibu


Ibu…
Satu langkah terjangkah
Satu titik terjamah
Dan satu titik tertinggal tapak serupa sampah
Engkau tau Ibu…
Seperti itu kiranya Sang Penguasa semesta bertitah
Membagi-bagi semacam alur aliran air
Sekafir-kafir tak kan mampu berbuat mungkir
Jangkah manusia
Jangkah Kuda
Dan semua jangkah hingga jangkah seekor kura-kura
Telah tertitipi amanat yang sama
Dan demi masa
Seperti amanat Ibu kepadaku

Ketika jiwa telah memilih cita
Raga berusaha menggapai cita
Langkah demi langkah terjangkah
Titik demi titik terjamah
Dan sudut demi sudut pun tinggal tersisa tapak serupa sampah

Ibu…
Aku tau betapa beratnya menjadi sebuah titik
Titik yang hanya mewarisi tapak serupa sampah
Aku tau Ibu sangat berat menerima ini
Terasa tak adil katika masa telah merenggutku darimu
Tapi ibu…
Masa takkan pernah peduli
Sekalipun itu pada langkah lemah kura-kura
Seperti amanat Ibu kepadaku

Satu langkah terjangkah
Satu titik terjamah
Dan satu titik tertinggal tapak serupa sampah
Engkau tau Ibu…
Seperti itu kiranya Sang Penguasa semesta bertitah
Membagi-bagi semacam alur aliran air
Sekafir-kafir tak kan mampu berbuat mungkir
Jangkah manusia
Jangkah Kuda
Dan semua jangkah hingga jangkah seekor kura-kura
Telah tertitipi amanat yang sama
Dan demi masa
Seperti amanat Ibu kepadaku

Ibu…
Akan aku kejar angan itu demi masa
Menjauh dan semakin menjauh mewarisimu asa
Meski peluh juga rindu membelenggu jiwa
Akan tetap aku mengejar cita
Aku juga rindu Ibu
Seperti halnya Ibu merindukanku
Tapi belum saatnya aku berpulang pada Ibu

Satu langkah terjangkah
Satu titik terjamah
Dan satu titik tertinggal tapak serupa sampah
Engkau tau Ibu…
Seperti itu kiranya Sang Penguasa semesta bertitah
Membagi-bagi semacam alur aliran air
Sekafir-kafir tak kan mampu berbuat mungkir
Jangkah manusia
Jangkah Kuda
Dan semua jangkah hingga jangkah seekor kura-kura
Telah tertitipi amanat yang sama
Dan demi masa
Seperti amanat Ibu kepadaku

Ibu…
Dan ketika saatnya tiba
Aku akan kembali pada Ibu
Berpulang padamu menyusuri tapak-tapak yang tertinggal dengan segumpal rindu
Seperti amanat Ibu kepadaku


Layang Rindu Untuk Ibu
Karya, Arie Ardhana al Kepet bin Obrek
Kamis, 28 April 2011 04:00 WIB